Jumat, 27 Mei 2011

analisis penerapan SIG di bewrbagai Bidang

Sistem Informasi Geografi Perikanan; Sebuah Wacana
Dunia kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan . Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat besar sekali. Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada. Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan.
Setiap jenis ikan mempunyai suatu kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyaman hidupnya *ya mirip kayak manusia juga sih, namanya juga mahluk hidup *. Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti suhu, makanan (chlorophyl-a), salinitas, pertemuan masa air (eddy), upwelling, dll. Contohnya untuk ikan albacore tuna di laut utara pasifik, ikan ini suka hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat klorofil-a 0.3 mg/m3 (Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004 dalam Zainuddin, 2006), sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (litle tuna) lebih bahagia hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 oC (Leavestu dan Hela, 1970 dalam Kusuma, 2004).
Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah.
Sistem informasi geografi merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial yang bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan berharga bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahuai lokasi-lokasi penangkapan ikan. Pertanyaan yang sering di lontarkan nelayan adalah dimana lokasi penangkapan ikan yang baik? dan kapan waktunya? Dengan SIG perikanan pertanyaan2 ini bisa di jawab, dengan bantuan data SST, klorofil, PAR (Photosintesis Actibe Radiation) dll bulanan dalam beberapa tahun yang diperoleh dari PJ dan dianalisis dengan SIG akan memberikan tampilan secara geografis kencendrungan seberan dari faktor2 lingkungan yang disukai oleh ikan yang akhirnya memberikan gambaran daerah perkiraan penangkapan ikan.
SIG perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data2 SST, klorofil dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster. Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu, sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang hasil penagkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi pendaratan kapal.
Pengembangan SIG untuk kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan (land-based sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg luas (Davis dan Davis 1988; Wright dan Goodchild 1997 dalam Kusuma, 2004).




















Evaluasi Kesesuaian Curah Hujan, Temperatur dan Ketinggian untuk Tanaman Pisang dengan GIS
20 Januari 2009 — La An
Sekarang akan dicoba mengaplikasikan GIS untuk membuat pola sebaran spasial dari kesesuaian lahan untuk tanaman pisang di pulau Bali. Akan tetapi disini hanya melihat dari kesesuaian karakteristik lahan terhadap curah hujan, ketinggian tempat dan juga suhu. Ketiga karakterisik lahan tersebut merupakan karakteristik lahan yang tidak bisa dirubah kelas kesesuaiannya. Sehingga apapun keadaan dan kondisinya di alam, maka kita harus bisa menerima kondisi tersebut. Jika tidak sesuai, jangan dipaksakan untuk menanam pisang di daerah tersebut, walaupun keadaan yang lain mendukung. Seperti yang ditulis sebelumnya disini, Evaluasi Lahan merupakan suatu proses penilaian suatu lahan sehingga sesuai dengan kondisinya pada penggunaan-penggunan tertetentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Kenapa dipilih pisang… dalam ajaran tata susila dan filsafat agama Hindu, banten merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam melakukan upacara keagamaan. Banten dalam fungsinya sebagai sarana upacara hampir selalu menggunakan buah. Bersama-sama unsur pelengkap lainnya seperti jajan, umbi-umbian, bunga, dan daging, kehadiran buah dalam banten adalah sebagai simbol sari bumi yang dipersembahkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Parisada Hindu Dharma, 1968 dalam Parining dan Bhaskara, 2002). Dengan kenyataan seperti ini, mnjelaskan bahwa kebutuhan pisang di Bali akan selalu tetap, karena kebutuhannya yang selalu kontinyu. Akan tetapi buah pisang masih harus didatangkan dari luar Bali sekitar 100.000 ton per tahun dengan nilai sekitar Rp 300-400 milyar (Bali Post, 25-11-2002). Keadaan ini apakah menandakan bahwa produksi pisang di bali sedikit sehingga tidak mencukupi kebutuhan pasar? Bali memiliki tanaman pisang sebanyak 9,1 juta pohon selama tahun 2007 menghasilkan 145.394 ton, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 137.361 ton terdiri berbagai jenis buah pisang (FormatNews, 22-09-2008). Melihat data diatas, berarti kebutuhan pisang di Bali bisa sekitar 200.000an ton per tahun. Kebutuhan pisang sebanyak itu sebenarnya merupakan peluang bagi petani dalam mengembangkan budidaya pertanian tersebut. Namun peluang tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, karena hampir sebagian besar kebutuhan pisang didatangkan dari Jawa dan daerah-daerah lainnya di Indonesia (Kompas, 20-07-2008)
Selain kebutuhan untuk upacara keagamaan, pisang juga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Buah pisang, terutama yang matang, memiliki beberapa kandungan seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, serat, beberapa vitamin (A,B1, B2 dan C), zat besi, dan niacin. Kandungan mineralnya yang menonjol adalah kalium (Wirakusumah, Emma S, 1977 dalam Tokoh, 12-09-2005). Memakan dua buah pisang sehari dapat mempertahankan daya ingat dan mengatasi masalah kepikunan (Nurchasanah, 2009). Wuih… asyik bngat tuh… untung aja suka makan pisang
Sekarang kita masuk ke GISnya… bahan-bahan yang diperlukan (seperti acara masak memasak nieh ) adalah peta sebaran pos hujan beserta data rata2 curah hujan tahunannya atau peta isohyet hujan Pulau Bali, peta ketinggian tempat Pulau Bali, data suhu di salah satu stasiun klimatologi BMG Provinsi Bali, dan kriteria persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk tanaman pisang dari Djaenudin dkk. (2003). Berdasarkan kriteria dari Djaenudin dkk. tersebut, persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk temperatur adalah sangat sesuai (S1) bila temperatur rata-rata 25 – 27 oC, sesuai (S2) bila temperatur rata-rata 27 – 30 oC dan atau temperatur rata-rata 22 – 25 oC, cukup sesuai (S3) bila temperatur rata-rata 30 – 35 oC dan atau temperatur rata-rata 18 – 22 oC, dan tidak sesuai (N) bila temperatur rata-rata > 35 oC dan atau temperatur rata-rata < 18 oC. Persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk curah hujan adalah sangat sesuai (S1) bila curah hujan tahunan rata-rata 1500 – 2500 mm, sesuai (S2) bila curah hujan tahunan rata-rata 1250 – 1500 mm dan atau curah hujan tahunan rata-rata 2500 – 3000 mm, cukup sesuai (S3) bila curah hujan tahunan rata-rata 1000 – 1250 mm dan atau curah hujan tahunan rata-rata 3000 – 4000 mm, dan tidak sesuai (N) bila curah hujan tahunan rata-rata > 400 mm dan atau curah hujan tahunan rata-rata < 1000 mm. Persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk ketinggian tempat (dpl) adalah sangat sesuai (S1) bila ketinggian tempat < 1200 m, sesuai (S2) bila ketinggian tempat 1200 – 1500 m, cukup sesuai (S3) bila ketinggian tempat 1500 – 2000 m, dan tidak sesuai (N) bila ketinggian tempat > 2000 m.
Setelah kita mempunyai peta isohyet dan ketinggian temapt maka proses selanjutnya adalah mereklasifikasi peta ishohyet dan ketinggian tempat sesuai dengan kriteria di atas. Dan untuk suhu, maka dilakukan pendekatan dengan persamaan yang dimodifikasi dari Meléndez-Colom (2009) yaitu:
(([DEM] * 0.00558 ) * -1) + (suhu rata-rata tahunan dipos pengamatan + (0.00558 * ketinggian pos tersebut dari permukaan laut))
persamaan ini bisa langsung digunakan di Map Calculator di ArcView, yang dibutuhkan adalah adalah data ketinggian tempat (DEM), suhu di pos pengamatan (oC) dan ketinggian pos pengamatan tersebut dari muka laut (m). Dasar dari persamaan tersebut adalah bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m maka suhu akan menurun sekitar 0.6 oC atau tepatnya 0.558 oC. Dari memasukkan persamaan diatas diperolehlah peta sebaran temperatur dan dilakukan proses reklasifikasi sesuai dengan kriteria diatas.
Setelah dilakukan proses reklasifikasi maka diperoleh peta kesesuain lahan untuk tanaman pisang berdasarkan suhu diperoleh 4 kelas, ketinggian 4 kelas dan curah hujan 3 kelas seperti pada gambar di bawah.




Selanjutnya ketiga peta tersebut di tumpang tindihkan dan diperolehlah peta kesesuain lahan untuk tanaman pisang berdasarkan kondisi curah hujan, temperatur dan ketinggian tempatnya seperti pada gambar dibawah.

Berapa luasannya? Luasan perkabupaten diperlihatkan pada tabel dibawah

Untuk lebih memaksimalkan lagi penelitian-penelitian seperti ini, sebaiknya dimasukkan juga data-data seperti peta jenis tanah, geologi, tata ruang dan penggunaan lahan. Hal ini akan memberikan hasil yang lebih baik seperti dapat diketahuinya kesuburan tanahnya, penggunaan lahannya dan juga perencaan akan lahan tempat penelitinnya…
DAFTAR PUSTAKA
Djaenudin D., Marwan H., Subagjo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Edisi ke-1. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

GIS untuk Penginderaan Jauh dan Indeks Vegetasi
27 Februari 2008 — La An
Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. Keadaan ini membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penanganan data yang tepat dan efisien sehingga informasi spasial dari citra penginderaan jauh yang diperoleh dapat berguna untuk kepentingan yang luas.
Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi (SIG). Data-data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang dipergunakan dalam analisis SIG. Dalam perkembangannya data-data SIG juga berguna dalam pengolahan data penginderaan jauh (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG sangat baik dalam proses manajemen data, baik itu data atribut maupun data spasialnya. Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan keunggulan dari SIG.
Data penginderaan jauh merupakan data hasil pantulan objek dari berbagai panjang gelombang yang di tangkap oleh sebuah sensor dan mengubahnya menjadi data numerik serta bisa dilihat dalam bentuk grafik atau citra (imaginery) (Purwadhi, 2001). Sedangkan pemanfaatan data-data penginderaan jauh dilakukan karena tersedia dalam jumlah yang banyak, mampu memperlihatkan dearah yang sangat luas, tersedia untuk daerah yang sulit terjangkau, tersedia untuk waktu yang cepat, dan dapat memperlihatkan objek yang tidak tampak dalam wujud yang bisa dikenali objeknya (Sutanto, 1989). Salah satu contoh aplikasi data penginderaan jauh adalah untuk melihat indeks vegetasi dan mengestimasi jumlah penyerapan Carbon Dioksida (CO2) oleh tanaman. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan metode yang sering digunakan untuk memanfaatkan data spektral indeks vegetasi (Spectral Vegetation Index (SVI)) dari penginderaan jauh. Spektral indeks vegetasi dari data penginderaan jauh terbentuk karena adanya perbedaan pantulan gelombang dari daun tanaman hidup dengan objek-objek yang lain dipermukaan bumi pada panjang gelombang hijau (visible) dan infra merah dekat (invisible) (Horning, 2004)
Kemampuan suatu citra (imaginery) menangkap dan menampilkan suatu informasi dari permukaan bumi sangat tergantung dari resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi radiometrik dan resolusi spektralnya (Purwadhi, 2001). Setiap jenis citra mempunyai jenis resolusi yang berbeda-beda baik itu resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi radiometrik maupun resolusi spektralnya sehingga mengakibatkan kemampuan suatu citra dalam menangkap dan menampilkan informasi juga berbeda-beda. Keadan ini juga terjadi pada kemampuan citra dalam menangkap dan menampilkan informasi indeks vegetasi.
Gambar disamping adalah contoh gambar citra dimana yang diperlihatkan adalah sebaran vegetasi yang didukung oleh tampilan dari citra ikonos. dan gambar di bawahnya adalah sebaran warna indeks vegetasi yang diolah melalui program2 GIS.
Pengolahan data penginderaan jauh dengan memanfaatkan SIG diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat dan tepat sehingga dapat digunakan sesegera mungkin untuk keperluan analisis dan manipulasi data.








Prediksi Erosi dengan USLE dan Sistem Informasi Geografi
18 Desember 2008 — La An
PREDIKSI EROSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLE DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) BERBASIS PIXEL DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU BUYAN
Abd. Rahman As-syakur
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman Denpasar-Bali
Abstrak
Erosi merupakan kejadian alami dimuka bumi ini, akan tetapi karena pengaruh manusia manusia kejadian erosi menjadi lebih besar dari keadaan alaminya pada daerah-daerah tertentu seperti di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Buyan-Bedugul-Bali. Erosi di DTA danau buyan bisa diprediksi menggunakan metode USLE dan Sistem Informasi Geigrafi (SIG) berbasis pixel. Dalam aplikasi SIG pemanfaatan data DEM digunakan untuk mencari nilai faktor LS dan penelitian sebelumnya yang dilakukan di daerah yang sama digunakan sebagai pembanding untuk melihat kesamaan hasil dari metode prediksi ini. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa nilai faktor LS yang diperoleh dari analisis data DEM didominasi oleh nilai yang <2 dan besar erosi juga didominasi oleh erosi yang kurang dari 2 ton ha-1 thn-1. erosi yang tinggi hanya terjadi pada tempat-tempat dimana terjadi akumuluasi aliran atau ditempat-tempat pertemuan aliran yang ada. Aplikasi SIG memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian yang menggunakan data lapangan pada wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat bahaya erosi sangat ringan, akan tetapi perbedaan yang sangat mencolok terlihat pada wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat bahaya erosi berat dan sangat berat.
Kata Kunci: Erosi; USLE; Sistem Infoemasi Geografi; Faktor LS
PENDAHULUAN
Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan bumi. Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi. Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah, karakteristik landskap dan iklim.
Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari sumberdaya lahan.
Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) dalam Risse et al. (1993) mengatakan bahwa metode USLE didesain untuk digunakan memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu juga didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang panjang. Akan tetapi kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu unit lahan (Hidayat, 2003), khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan (LS).
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan teknologi berbasis spasial yang sangat populer saat ini. Prediksi erosi dengan metode USLE juga bisa menggunakan SIG dalam perhitungannya. Pemanfaatan SIG berbasis pixel sebagai alat pemodelan spasial dalam memprediksi erosi bisa membantu keakuratan data yang dihasilkan khususnya pada lahan-lahan yang mempunyai keadaan topografi yang kompleks (Larito et al., 2004). Selain itu SIG dapat memanejemen data yang bereferensi geografi dengan cepat sehingga membuat studi tentang erosi bisa lebih mudah, khususnya bila harus mengulang menganalisis data-data pada daerah yang sama (Amorea et al., 2004).
Menghitung faktor panjang lereng (L) menjadi masalah yang sangat rumit saat pengaplikasian SIG berbasis pixel dalam perhitungan erosi dengan metode USLE (Kinnell, 2008). Perhitungan erosi dengan metode USLE menggunakan data panjang lereng hasil observasi lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung seluruh panjang lereng pada setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air. Berbeda dengan faktor kemiringan lereng (S) yang bisa diperoleh dengan mudah dari data SIG.
Aplikasi SIG memerlukan data Digital Elevation Model (DEM) untuk menghasilkan gambaran faktor LS yang lebih spesifik dalam setiap pixelnya. Dalam perkembangannya, ada beberapa formula untuk menentukan nilai faktor LS berbasis DEM dalam SIG yang mempertimbangkan heterogenitas lereng serta mengutamakan arah dan akumulasi aliran dalam perhitungannya (Blanco and Nadaoka, 2006). Asumsi yang dipergunakan adalah nilai faktor LS akan berbeda antara lereng bagian atas dan bagian bawah. Nilai LS akan lebih besar ditempat terjadinya akumulasi aliran dari pada dilereng bagian atas walaupun mempunyai panjang lereng dan kemiringan lereng yang sama.
Penelitian ini bertujuan mengaplikasikan SIG untuk prediksi erosi dengan metode USLE yang dimodifikasi. Diharapkan dari hasil peneltian ini bisa memberikan gambaran spasial tingkat erosi tanah yang lebih spesifik dari nilai pixek-pixel yang ada yang berguna dalam penentun arahan penggunaan lahan yang lebih sesuai dengan peruntukannya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di daerah yang sama digunakan sebagai pembanding untuk melihat kesamaan hasil dari metode prediksi ini.
SIG DALAM BIDANG PERTANIAN
Dalam dunia yang serba digital sekarang ini, ditambah lagi teknologi yang terus berkembang, penerapan aplikasi teknologi dalam berbagai bidang pun terus dilakukan, tidak terkecuali dalam sektor pertanian, sektor perekonomian utama di Indonesia mengingat sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dalam dunia pertanian.
Salah satu contohnya adalah aplikasi GIS atau Geographical Information System, dan jika diterjemahkan secara bebas ke bahasa Indonesia, kita bisa menyebutnya SIG atau Sistem Informasi Geografi. SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).
GIS ini sudah banyak membantu para ahli dalam mengumpulkan data secara cepat. Misalnya dalam mengetahui seberapa besar kerusakan yang diakibatkan tsunami di Aceh beberapa tahun yang lalu. Pencitraan jarak jauh lewat satelit dapat memberitakan secara cepat perbedaan ujung utara pulau Sumatera itu sebelum dan sesudah terjadinya tsunami.
Sebelum dan sesudah tsunami di Aceh
Kali ini yang akan saya bahas disini adalah kemampuan GIS untuk bisa membantu dalam bidang pertanian. Secara garis besar, yang dapat dilakukan GIS dalam bidang pertanian adalah mencakup inventarisasi, manajemen, dan kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, dan sebagainya.
Singkatnya, yang dapat dibantu GIS untuk dunia pertanian adalah:
Mengelola Produksi Tanaman
GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumberdaya pertanian dan perkebunan seperti luas kawasan untuk tanaman, pepohonan, atau saluran air. Anda dapat menggunakan GIS untuk menetapkan masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan, penanaman, atau teknik yang digunakan dalam masa panen.Misalny GIS membantu menginventarisasi data-data lahan perkebunan tebu menjadi lebih cepat dianalisis. Proses pengolahan tanah, proses pembibitan, proses penanaman, proses perlindungan dari hama dan penyakit tananan dapat dikelola oleh manager kebun, bahkan dapat dipantau dari direksi.
Mengelola Sistem Irigasi
Anda dapat menggunakan GIS untuk membantu memantau dan mengendalikan irigasi dari tanah-tanah pertanian. GIS dapat membantu memantau kapasitas sistem, katup-katup, efisiensi, serta distribusi menyeluruh dari air di dalam sistem.
Perencanaan dan riwayat sumberdaya kehutanan
Perencanaan dan riwayat manajemen pertanahan serta integrasinya dengan sistem hukum dan integrasinya dengan manajemen basis data relasional sistem-sistem.
ArcView, aplikasi untuk GIS
Penggunaan GIS ini biasanya dengan aplikasi tertentu. Yang paling umum dipakai adalah ArcView.
Walaupun saat ini penggunaan GIS dalam bidang pertanian belum umum dipakai, karena seringnya GIS diapakai untuk melihat kerusakan lahan akibat bencana alam, tapi bukanya tidak mungkin penerapan GIS dalam dunia pertanian akan makin sering dipakai. Sistem GIS ini bukan semata-mata software atau aplikasi komputer, namun merupakan keseluruhan dari pekerjaan managemen pengelolaan lahan pertanian, pemetaan lahan, pencatatan kegiatan harian di kebun menjadi database, perencanaan system dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan merupakan perencanaan ulang pengelolaan pertanian menjadi sistem yang terintegrasi.
Dalam jangka panjang, bisa direduksi kemungkinan permasalahan lahan baik fisik maupun sosial. Bahkan dapat menjamin keberlangsungan perkebunan sebagai contohnya, dengan syarat pihak managemen senantiasa mempelajari berjalannya sistem ini dan mengambil keputusan managerial yang tepat.
• Konsep SIG
Sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan yang diinginkan user
• Komponen SIG
Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi ke dalam lima komponen utama, yaitu:
1. Perangkat keras (Hardware)
2. Perangkat lunak (Software)
3. Pemakai (User)
4. Data
5. Metode
Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu:
 Data spasial
Data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
Data non-spasial
Disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo Profesional 8.0. MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.
2.3 Aplikasi SIG di bidang Pertanian
penyusunan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pertanian di setiap Kabupaten dilakukan untuk memberikan gambaran seputar data-data pertanian di setiap Kabupaten, hal ini dilakukan dengan perangkat komputer secara online dan update (terkini), sehingga memudahkan user dalam memonitor perkembangan informasi pertanian di setiap Kabupaten.
Manajemen pengelolaan sistem perlu dilakukan secara sistematis, cepat, dan akurat untuk mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan data pertanian di Kabupaten tersebut, Melalui pengaturan data yang baik, dengan melibatkan parameter-parameter perencanaan, dapat dilakukan pengelolaan dan pemeliharaan data pertanian daerah secara efektif dan efisien. Guna mendukung sistem pengelolaan tersebut, perlu adanya sistem informasi data pertanian yang berbasis spasial dan tabular.
pada awalnya area pemanfaatan SIG hanyalah dalam bidang teknika dan militer, namun kini sistem informasi ini juga dikembangkan untuk mendukung analisis sosial-budaya dan ekonomi. Saat ini SIG telah lazim dipergunakan dalam bidang transportasi dan navigasi, telekomunikasi, kesehatan, pendidikan, pariwisata, perbankan dan pemasaran. Tidak mengherankan apabila sekarang ini sejumlah perusahaan rokok dan kosmetik pun tak ketinggalan mengembangkan SIG sebagai media analisis pemasaran produk mereka. Meskipun multi-manfaat, secara sepintas lalu wujud SIG tidak jauh berbeda dengan peta digital biasa (jenis peta yang ditampilkan lewat layar komputer). Bedanya, setiap bagian dari peta SIG mengandung data-data informatif yang dimungkinkan untuk diolah, disunting, disimpan dan dipanggil kembali serta dianalisa secara terpadu sehingga pembaruan data bisa dilakukan dengan mudah. Istilahnya, tinggal klik, klik dan semua beres. Dengan sistem ini pula proses penjelasan suatu peristiwa, peramalan kejadian dan perencanaan akan semakin ringkas, sederhana dan menyeluruh sehingga tindakan pengambilan keputusan yang mendasarkan diri pada aspek-aspek informasi seperti ini akan sangat terbantu.
Salah satu komponen utama SIG adalah peta, akan tetapi untuk menjadi bagian dari sebuah sistem infomasi maka peta tersebut harus “dikawinkan” terlebih dahulu dengan suatu sumber data atau database dengan bantuan program komputer tertentu. Aplikasi komputer untuk SIG yang cukup populer contohnya Map Info, Arc View atau Grass. Data yang bisa dipergunakan pun bersyarat khusus, yakni data-data yang memiliki dimensi keruangan atau memiliki kaitan dengan lokasi dan bagian tertentu pada peta. Karena alasan tertentu, misalnya harga peta dasar yang mahal, biasanya cakupan ruangnya berkisar dari luasan administrasi skala kecamatan, propinsi hingga negara atau kawasan.
Wujud utama dari perkawinan antara peta dan data tersebut masih berupa peta. Hanya saja, berkat proses penggabungan data dan grafis peta SIG menjelma menjadi sebuah “peta pintar”. Kenapa disebut pintar? Karena peta ini dapat disajikan dalam bentuk lapisan-lapisan (layer) gambar yang masing-masing mewakili informasi yang berasal dari database. Data-data tersebut dipilah sesuai dengan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicukupi melalui sistem informasi ini, misalnya saja untuk memenuhi kebutuhan inventarisasi, dokumentasi atau navigasi. Layanan lain yang jauh lebih pintar adalah kemampuan aplikasi-aplikasi SIG untuk melakukan analisa. Dengan penggabungan beberapa jenis data yang relevan, dapat diperoleh analisa mengenai suatu permasalahan atau potensi. Hasil analisa tersebut bisa dimanfaatkan sebagai rekomendasi atau dasar pengambilan keputusan yang mencakup perencanaan, pengelolaan atau penentuan kebijakan, baik oleh instansi pemerintah, swasta maupun masyarakat umum.
2.4 SIG untuk petani
Dari paparan di atas, rasanya sub-judul ini tidak mengada-ada bahwa sistem informasi geografis pun bisa dimanfaatkan oleh dan untuk petani. Untuk membangun SIG pertanian sangat dimungkinkan karena syarat-syarat geografis jelas bisa terpenuhi. Lokasi lahan pertanian bisa diubah menjadi data alamat atau data koordinat yang berguna dalam penentuan titik lokasi pada peta. Tentu dibutuhkan pula data-data lainnya seperti misalnya jenis komoditas pertanian, luas lahan, kuantitas dan kualitas hasil panen, pasar terdekat atau pasar yang paling potensial dan tingkat harga pada waktu tertentu.

2 komentar:

  1. saya mau tanya, untuk nilai erosi yang menggunakan SIG, menghitung nilai erosinya dalam pixel kah atau Ha kah.?
    sangat mengharapkan bantuannya.

    BalasHapus
  2. terima kasih kak infonya sangat membantu sekali, GIS banyak sekali manfaatnya seperti dijelaskan tadi.

    oh ya kunjungi website saya ya https://putri-kurniawan.mahasiswa.atmaluhur.ac.id
    dan website kampus saya http://www.atmaluhur.ac.id

    BalasHapus